Sejarah
Perayaan Maulid Nabi shalallahu’alaihi wa sallam Dan Pencetusnya Serta Keajaiban Kelahirannya
Kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ke dunia ini
merupakan nikmat yang sangat agung. Karena kelahiran beliau berarti lahirlah
seorang nabi yang penuh kasih dan berjasa besar dalam mengeluarkan manusia dari
kegelapan kebodohan masa jahiliah menuju keindahan islam
Firman Allah SWT mengenai kehadiran Nabi Muhammad SAW :
“Sungguh Allah telah menganugerahkan kepada orang-orang yang
beriman yaitu ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
kalangan mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa)
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah),
padahal sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran
: 164).
Oleh karena itu, umat
ini hendaknya banyak bersyukur kepada Allah azza wa jalla atas kelahiran nabi
yang mulia tersebut. Namun demikian bukan berarti kita berlebihan dalam
memperlakukan hari kelahirannya tersebut, atau membuat dongeng-dongeng serta
keyakinan-keyakinan yang tidak berdasar, dan juga membuat ritual-ritual ibadah
yang tidak ada bimbingan agama, karena hal itu bukanlah termasuk ungkapan
syukur yang dimaksud dalam agama. “Berbagai keyakinan yang berlebihan mewarnai
hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagian berkeyakinan bahwa
malam kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah malam yang paling
utama, bahkan lebih utama dari malam lailatul qadr![1]
Sebagian mereka
berkeyakinan pula bahwa hari itu sangat penuh berkah, sampai bila suatu makanan
dibacakan padanya maulid Nabi maka Allah akan mengampuni orang yang memakannya,
dan air yang dibacakan maulid akan mendatangkan seribu cahaya dan rahmat serta
mengeluarkan seribu kegelapan!! Sebagian lagi berkeyakinan bahwa rumah yang
dibacakan maulid di dalamnya maka akan tercegah dari mara bahaya, bila
meninggal dunia maka Allah akan memudahkannya untuk menjawab pertanyaan Munkar
Nakir!!” [2]
Lebih parahnya, mereka
menyebarkan beberapa hadits palsu tentang anjuran dan keutamaan perayaan maulid
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Berikut ini pembahasan hadits yang
tersohor tersebut ditinjau dari segi sanad dan matan-nya.
Teks Hadits:
“Barangsiapa yang
merayakan hari kelahiranku, maka aku akan menjadi pemberi syafaatnya di hari
kiamat. Dan barangsiapa yang menginfakkan satu dirham untuk maulidku maka
seakan-akan dia telah menginfakkan satu gunung emas di jalan Allah.”
Perkatan serupa juga
dinisbatkan kepada sahabat Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana dalam kitab Madarij ash-Shu’udh hal.15
karya Syaikh Nawawi Banten.[3] Bahkan juga dinisbatkan kepada Hasan
al-Bashri, Ma’ruf al-Karkhi, al-Junaid dan lainnya sebagaimana dalam Hasyiyah
I’anah Tholibin: 3/571-572 karya Abu Bakr Syatho
Derajat hadits: Tidak
Ada Asalnya.
Sejak awal kali
mendengar ucapan yang dianggap hadits ini, penulis langsung
mengingkarinya karena bagaimana mungkin hadist ini shohih, sedangkan
maulid tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dan para sahabatnya?!!
Akan tetapi penulis
ingin memperkuat pendapatnya dengan perkataan ulama, maka penulis pun
membolak-balik kitab-kitab hadits, namun tidak menjumpainya barang satu pun,
baik dalah kitab-kitab hadits yang shohih, dho’if, maupun maudhu’ (palsu).
Alhamdulillah, penulis sempat menanyakan kepada Syaikhuna Abu Ubaidah
Masyhur bin Hasan Alu Salman hafizhahullah.[4] Jawaban beliau:
“Ini merupakan kedustaan
kepada Rasulullah yang hanya dibuat-buat oleh para ahlul bid’ah.”
Kepada saudara-saudara
kami yang berhujjah dengan hadits ini, kami katakan: “Dengan tidak mengurangi
penghormatan kami, datangkan kepada kami sanad hadits ini agar kami
mengetahuinya!!”.
Singkat kata, hadits
tersebut di atas adalah dusta, tidak berekor dan berkepala (yakni: tanpa
sanad). Aneh dan lucunya, setelah itu ada seseorang yang melariskan hadits
tersebut dengan berkata: “Walaupun hadits ini lemah, tetapi bisa dipakai dalam
Fadhoilul A’mal.” Hanya kepada Allah azza wa jalla kita mengadu dari kejahilan
manusia di akhir zaman!![5]
Sejarah Perayaan Maulid
Nabi
Adapun dari segi matan
hadits, bagaimana hadits ini shohih padahal perayaan maulid nabi tidaklah
dikenal pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat, para
tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Bahkan hal tersebut juga tidak dikenal di kalangan
imam-imam mazhab: Abu Hanifah, Malik, Ahmad dan Syafi’i sekalipun karena memang
perayaan ini adalah perkara baru dalam agama.
Adapun orang yang pertama
kali mengadakannya adalah Bani Ubaid
al-Qoddakh yang menamai diri mereka dengan “Fathimiyyun”. Mereka
memasuki kota Mesir tahun 362 H. Berakar dari sinilah kemudia mulai tumbuh dan
berkembang bentuk-bentuk perayaan maulid secara umum dan maulid nabi secara
khusus.
Al-Imam Ahmad bin Ali
al-Maqrizi rahimahullah -seorang
ulama ahli sejarah- mengatakan: “Para kholifah Fathimiyyun[6] mempunyai
perayaan yang bermacam-macam tiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan
Asyura’, maulid Hasan, maulid Husain, maulid Fathimah az-Zahro dan maulid
kholifah, perayaan awal bulan Rojab, Nisfu Sya’ban, awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan
dan penutupan Ramadhan…”[7]
Mereka adalah
orang-orang dari daulah Ubaidiyyah yang berakidah Bathiyyah, merekalah yang
dikatakan oleh Imam al-Ghazali rahimahullah: “Mereka menampakkan sebagai
orang Rofidhah Syi’ah, padahal sebenarnya mereka adalah murni orang kafir.” [8]
Pendapat yang mengatakan
bahwa Banu Ubaid tersebut adalah pencetus pertama perayaan maulid ditegaskan
oleh al-Maqrizi rahimahullah dalam al-Khuthoth: 1/280,
al-Qolqosynadi dalam Shubhul A’sya: 3/398, as-Sandubi dalam Tarikh
Ihtifal bil Maulid hal.69, Muhammad Bukhait al-Muthi’i dalam Ahsanul
Kalam hal.44, Ali Fikri dalam Muhadhorot beliau hal.84, serta Ali
Mahfuzh dalam al-Ibda’ hal.126.[9]
Dan orang yang pertama
merayakan maulid ini di Iraq ialah Syaikh al-Mushil Umar Muhammad al-Mula pada
abad ke enam dan kemudian diikuti oleh Raja Mudhafir Abu Sa’id Kaukaburi (Raja
Irbil) pada abad ke tujuh dengan penuh kemegahan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dalam biografi Abu Sa’id berkata:
“Dia merayakan peringatan maulid nabi di bulan Rabi’ul Awal dengan amat mewah.
As-Sibt berkata: “Sebagian orang yang hadir disana
menceritakan bahwa dalam hidangan Raja Mudhoffir disiapkan lima ribu daging panggang,
sepuluh ribu daging ayam, seratus ribu gelas susu, dan tiga puluh ribu piring
makanan ringan…” Hingga beliau (Ibnu Katsir) rahimahullah berkata:
“Perayaan tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan orang-orang sufi (betapa
serupanya perbuatan orang-orang dahulu dengan sekarang -pent). Sang raja pun
menjamu mereka, bahkan bagi orang sufi ada acara khusus, yaitu bernyanyi
dimulai waktu dzuhur hingga Fajar, dan raja pun ikut berjoget bersama mereka.”
[10]
Ibnu Khollikan juga berkata: “Bila tiba awal bulan Shofar,
mereka menghiasi kubah-kubah dengan aneka hiasan yang indah dan mewah. Pada
setiap kubah ada sekumpulan penyanyi, ahli menunggang kuda, dan pelawak. Pada
hari-hari itu manusia libur kerja karena ingin bersenang-senang ditempat
tersebut bersama para penyanyi… Dan bila maulid kurang dua hari, raja
mengeluarkan unta, sapi, dan kambing yang tak terhitung jumlahnya, dengan
diiringi suara terompet dan nyanyian sampai tiba dilapangan.” Hingga beliau
(Ibnu Khollikan) berkata, “Dan pada malam maulid, raja mengadakan nyanyian
setelah sholat magrib di benteng.”
Demikianlah sejarah awal
mula perayaan maulid nabi yang penuh dengan huru-hara, pemborosan dan
kemaksiatan. Na’udzubillahi.
Setelah keterangan
diatas, maka terdapat perkara aneh bin ajaib di negeri kita yaitu tersebarnya
keyakinan di sebagian kaum muslimin, bahwa yang pertama kali mengadakan acara
maulid nabi adalah Sholahuddin al-Ayyubi rahimahullah ketika perang
Salib yang hal tersebut dilakukan untuk menyemangati kaum muslimin tatkala
melawan pasukan kafir. Ini adalah sebuah kebohongan, karena yang pertama kali
membuat bid’ah ini adalah orang-orang Bathiniyyah dari kerajaan Ubaidiyyah yang
mereka menamakan atau mengistilahkannya dengan daulah Fathimiyyah.[12]
Bahkan kami katakan hal
ini merupakan pemutarbalikan fakta sejarah, sebab Sholahuddin al-Ayyubi
rahimahullah dikenal berupaya untuk menghancurkan Ubaidiyyah, dan Ubaidiyyah
juga sangat tidak suka kepada Sholahuddin al-Ayyubi rahimahullah. Bahkan mereka
berusaha untuk membunuh beliau beberapa kali. [13]
Barangsiapa yang
mempelajari sejarah, niscaya dia akan dapat memastikan bahwa Sholahuddin
al-Ayyubi rahimahullah adalah seorang raja dan panglima Islam yang telah
melenyapkan perayaan maulidan dari permukaan negeri kaum muslimin. Sedangkan
mereka yang mengatakan sebaliknya bahwa Sholahuddin rahimahullah adalah
seseorang yang telah memarakkan maulidan, maka pernyataan tersebut tidak
memiliki bukti sama sekali.” [14]
Semoga hakekat sejarah
ini menyadarkan kita kan kelalaian dan ketertipuan kita selama ini sehingga
kembali pada jalan yang lurus. Wallahu A’lam.
Perayaan Maulid Nabi
Tidak Diamalkan Kaum Salaf
Hal yang menambah
keyakinan kita akan bathilnya hadits dan atsar-atsar tentang perayaan maulid
ini adalah bahwa para sahabat dan para generasi utama yang dipuji oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah mengamalkan acara ini.
“Khoirunnaasi qornii
[Sebaik-baik manusia adalah masaku].” [HR.Bukhari 3651, Muslim 2533] [15]
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Demikian pula apa yang diada-adakan oleh sebagian manusia tentang perayaaan
hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal ulama telah
berselisih tentang (tanggal) kelahirannya. Semua ini tidak pernah dikerjakan
oleh generasi salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in)…dan seandainya hal
itu baik, tentu para salaf lebih berhak mengerjakannya daripada kita. karena
mereka jauh lebih cinta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka
lebih bersemangat dalam melaksanakan kebaikan.
Sesungguhnya mencintai
Rosul shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mengikuti beliau, menjalankan
perintahnya, menghidupkan sunnahnya secara dzohir dan batin, menyebarkan ajarannya
dan berjihad untuk itu semua, baik dengan hati, tangan ataupun lisan. Karena
inilah jalan para generasi utama dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan.”[16]
Syaikh Zhohiruddin
Ja’far at-Tizmanti rahimahullah (682 H)
berkata: “Perayaan ini tidak pernah ada di generasi pertama salafush shalih,
padahal mereka adalah generasi yang paling cinta dan mengagungkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam lebih jauh daripada pengagungan kita.” [17]
al-Ustadz Muhammad
al-Haffar rahimahullah (811 H)
juga berkata: “Pada malam maulid tidaklah para salafush shalih dari sahabat dan
tabi’in berkumpul untuk ibadah dan melakukan ritual lebih dari hari-hari
lainnya, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah diagungkan
kecuali dengan cara yang dicontohkan.” Lanjutnya: “Setiap kebaikan adalah
dengan mengikuti salafush shalih yang telah Allah azza wa jalla pilih mereka,
apa yang mereka lakukan maka kita lakukan dan apa yang mereka tinggalkan maka
kita tinggalkan. Apabila telah jelas hal ini, maka perkumpulan pada malam itu
bukanlah disyariatkan tetapi malah diperintahkan untuk ditinggalkan.” [3]
Hal ini sangat
menunjukkan bahwa salafush shalih tidak merayakan perayaan maulid ini adalah
perselisihan mereka tentang penentuan tanggal hari kelahirannya hingga menjadi
tujuh pendapat, setelah mereka bersepakat bahwa hari kelahirannya adalah
hari senin dan mayoritas mereka menguatkan bulannya adalah bulan Robi’ul Awal.
Seandainya pada hari kelahirannya disyariatkan tentang perayaan ini, niscaya
para sahabat akan menentukan dan perhatian tentang penentuan hari kelahiran
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan tentunya akan menjadi perkara yang
masyhur di kalangan mereka. [18]
Akhirnya, kita memohon
kepada Allah azza wa jalla agar dijadikan hamba-hamba-Nya yang mencintai Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam arti yang sesungguhnya
LIBRARRY
Footnote:
[1] Al-Allamah Ali al-Qori (1014 H) telah membantah keyakinan ini dalam kitabnya al-Maurid ar-Rowi hal.97: “Keutamaan ini tidak lain karena ibadah pada saat itu lebih utama. Dan dengan ketegasan al-Qur’an malam Lailatul Qadr lebih baik daripada seribu bulan, sedangkan keutamaan seperti itu tidak ditemukan pada malam kelahiran Nabi Muhammad, baik dari al-Qur’an, hadits atau keterangan salah seorang ulama umat ini.” [Dari al-Hukmul Haq fil Ihtifal bi Maulid Sayyidil Kholq hal.15 oleh Syaikhuna Ali bin Hasan al-Halabi]
[1] Al-Allamah Ali al-Qori (1014 H) telah membantah keyakinan ini dalam kitabnya al-Maurid ar-Rowi hal.97: “Keutamaan ini tidak lain karena ibadah pada saat itu lebih utama. Dan dengan ketegasan al-Qur’an malam Lailatul Qadr lebih baik daripada seribu bulan, sedangkan keutamaan seperti itu tidak ditemukan pada malam kelahiran Nabi Muhammad, baik dari al-Qur’an, hadits atau keterangan salah seorang ulama umat ini.” [Dari al-Hukmul Haq fil Ihtifal bi Maulid Sayyidil Kholq hal.15 oleh Syaikhuna Ali bin Hasan al-Halabi]
[2] Lihat Mafahin
Yazibu ‘an Tushohhah, al-Maliki hal.120, Faidhul Wahhab, al-Qolyubi:
5/114-116, dari at-Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu, Dr.Nashir al-Judai’ hal.359-360
[3] Lihat Hadits-Hadits Bermasalah, Prof.Ali Musthofa Ya’qub hal.102
[3] Lihat Hadits-Hadits Bermasalah, Prof.Ali Musthofa Ya’qub hal.102
[4] Beliau adalah salah seorang murid Imam ahli hadits besar, al-Albani, yang sudah beberapa kali pernah berkunjung ke Indonesia dalam rangka dakwah. Pertanyaan ini saya tanyakan kepada beliau pada hari Rabu 6 Muharrom 1423 H, sebelum shalat Dhuhur di masjid al-Irsyad, Surabaya
[5] Kemudian saya mendapati dalam kitab Tahdzirul Muslimin Minal Ahadits al-Maudhu’ah ‘ala Sayyidil Mursalin hal.87 oleh Muhammad al-Basyir al-Azhari, beliau mengatakan: “Di antara hadits-hadits yang banyak berbau dusta adalah kisah-kisah tentang maulid nabi.”
[6] Penamaan Banu Ubaid al-Qoddah dengan Fathimiyyun terlalu toleransi, karena sebagaimana kata al-Hafizh as-Suyuthi bahwa mereka bukan Quraisy, yang menamai mereka Fathimiyyun hanyalah orang awam yang jahil, kakek mereka adalah Majusi. Adz-Dzahabi berkata: “Para ulama pakar bersepakat bahwa Ubaidullah al-Mahdi bukanlan Alawi.” Kebanyakan mereka adalah kaum zindiq yang keluar dari Islam, di antara mereka ada yang terang-terangan mencela para Nabi, membolehkan khomr, memerintah untuk sujud kepadanya, yang paling bagus di antara mereka adalah Rofidhoh yang hina…” [Lihat Tarikhul Khulafa hal.4]
[7] Al-Mawaidz wal I’tibar bi Dzikril Khuthothi wal Atsar: 1/490
[8] Fadhoih al-Bathiniyyah hal.37
[9] Lihat al-Qoulul Fashl fi Hukmi al-Ihtifal bi Maulid Khoirir Rusul, Syaikh Ismail al-Anshori hal.451-462
[10] al-Bidayah wa Nihayah: 13:137
[11] Wafayatul A’yan: 4/117-118
[12] Al-Furqon Edisi 8 / Th.7, Robi’ul Awwal 1429 H, Hal.58
[13] Lihat buku “Sholahuddin Ayyubi wa Juhuduhu fil Qodho’ ala Daulah Fathimiyyah wa Tahrir Baitil Maqdis” (Sholahuddin Ayyubhi dan Usaha-Usahanya Untuk Menghancurkan Daulah Fathimiyyah dan Membebaskan Baitul Maqdis) karya Dr.Ali Muhammad ash-Sholabi, dan tulisan Syaikh Muhammad ar-Rohil “Juhud Sholahuddin Ayyubi fi ihya’ Madzhab Sunni fi Mesir wa Syam (Usaha-Usaha Sholahuddin Ayyubi dalam Menghidupkan Paham Sunni Di Mesir dan Syam), yang dimuat dalam Majalah al-Hikmah
[14] Benarkah Sholahuddin al-Ayyubi Merayakan Maulid Nabi? hal.58-59 oleh Akhuna al-Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad
[15] Hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam al-Ishobah: 1/8. Perlu dicatat di sini bahwa hadits di atas masyhur dengan lafadz khoirul quruuni qornii, padahal lafadz ini tidak ada dalam kitab-kitab hadits, sebagaimana dikatakan Syaikh al-Albani dalam Ta’liqnya terhadap at-Tankil: 2/223
[16] Iqtidho’ Shiratil Mustaqim: 2/123-124
[17] Dinukil oleh Syaikh ash-Sholihi dalam as-Siroh asy-Syamiyah: 1/411-422
[18] al-Mi’yar al-Mu’arrob: 7/199-101, sebagaimana dalam al-Hukmul Haq fi Ihtifal bi Maulid Sayyidil Kholq hal.14-15 oleh Syaikh Ali Hasan al-Halabi
[19] Lihat keterangan lebih terperinci lagi masalah ini dalam buku kami Polemik Peringatan Maulid Nabi cet. Pustaka Nabawi edisi 12, Shofar 1418 H, hal.297-324.
Keajaiban Menyangkut Kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Kelahiran Nabi Muhammad saw pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun ke
53 sebelum Hijriah atau hampir satu setengah abad silam, merupakan pembuka
rahmat bagi alam semesta.Nabi Muhammad
Saw. adalah makhluk paling mulia, dan penghulu segala rasul. Tanda-tanda
kerasulannya sudah nampak sebelum, saat, dan sesudah beliau dilahirkan oleh
Ibunda Aminah Ra.
Berikut ini mu’jizat menyangkut
kelahiran Rasul Mustafa Saw. Irhash dibagi menjadi tiga:
1. Irhash yang dinyatakan di dalam kitab yang tidak boleh diubah
atau dipindah
2. Tanda-tanda kerasulan yang dibuktikan melalui berita-berita
dari orang alim melalui ilham dan sebagainya
3. Kejadian luarbiasa yang berlaku semasa kelahiran Nabi
1)
Semua ibu harus
menanggung kepayahan dan kesukaran pada masa mengandung tetapi Ibunda Nabi
Muhammad tidak harus menderita karena kandungannya.
Kehamilannya disadari melalui berita yang dibawa oleh malaikat yang datang
kepadanya ketika beliau sedang tidur. Malaikat mengatakan bahwa beliau telah
mengandung seorang Nabi dan Junjungan seluruh umat manusia.Selain itu
kehamilannya ditandai dengan haidnya yang terputus dan berpindahnya cahaya dari
wajah Abdullah--suami beliau atau ayah Nabi--ke wajah beliau.
2)
Semua ibu di
dunia merasakan derita untuk melahirkan si buah hati, tetapi Ibunda Rasul
melahirkan dengan mudah. , ketika Nur Muhammad masuk ke dalam rahim Aminah, Allah
memerintahkan malaikat supaya membukakan pintu surga Firdaus dan memberitahu
semua penghuni langit dan bumi.Tanah-tanah di sekitar kawasan tersebut yang
kering menjadi subur, pohon-pohon menjadi rimbun dan berbuah lebat. Begitu juga
hewan-hewan di darat dan di laut sibuk membicarakannya
3)
Setelah lahir,
Nabi Muhammad telungkup dalam keadaan bersujud kepada Allah Swt. sembari
berkata “ummati..!, Ummati..!” (Ummatku...!, Ummatku...!)
4)
Nabi Muhammad
lahir dalam keadaan sudah dikhitan
5)
Setan tidak
diizinkan naik ke langit saat kelahiran Nabi Muhammad Saw., padahal biasanya
mereka naik ke langit untuk mendengar pembicaraan malaikat.
6)
Ketika salah
satu “putingsusu” Halimah as-Sa’diah diletakkan dalam mulut Rasulullah
Saw, susunya langsung mengalir, padahal sebelumnya puting susu itu tidak
berfungsi
7)
Pada saat lahir
Nabi Muhammad Saw, keempat sudut ka’bah bersuara.
·
suara Sudut
pertama: “katakanlah!, Sungguh telah datang kebenaran. Dan kebatilan tidak
akan datang dan kembali”.
·
Sudut kedua: “Sungguh
Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu”.
·
Sudut ketiga: “Sungguh
datang kepadamu daripada Allah akan cahaya, yaitu Nabi dan kitab al-Quran yang
nyata”.
·
Sudut keempat: “Wahai
nabi, sesungguhnya kami mengutus engkau sebagai pembawa kesaksian, memberi
peringatan, dan berita gembira”.
·
Allahumma
Shalli ‘ala Sayyidina Muhammadin, wa ‘ala Alihi, wa shahbihi ajma’in
8)
tentera bergajah yang disebut di dalam Alqur'an surat Alfil,
datang menyerang kota Mekkah. Pimpinan tentara tersebut menunggang seekor gajah
besar bernama Mahmudi.Saat mereka hampir sampai ke kota Mekkah, gajah-gajah itu
berhenti dan berbalik mundur dengan izin Allah.Namun demikian, sekumpulan
burung Ababil datang menyerang dan menghancurkan mereka sebagaimana yang
disebut di dalam Alqur'an. Peristiwa ini amat menakjubkan dan diriwayatkan
dalam buku-buku sejarah.
9)
, Aminah turut mengalami mimpi yang menakjubkan. Beliau
menengadahkan tangan ke langit dan melihat sendiri malaikat turun dari langit.
Ia diumpamakan kapas putih yang terapung di angkasa.Kemudian malaikat tersebut
berdiri di hadapannya. Ia berkata, "Kabar bahagia untuk Saudara, wahai ibu
daripada seorang nabi. Putera saudara itu menjadi penolong dan pembebas manusia.
Namakan dia Ahmad."Semasa kelahiran Nabi Muhammad saw, Aminah ditemani
Asiah dan Maryam. Ini merupakan satu isyarat bahwa Nabi Muhammad lebih tinggi
derajatnya dari Nabi Isa dan Musa.
Hal ini diterangkan dalam kitab Taurat dan Injil bahwa akan
datang seorang nabi pada akhir zaman.
10)
Semasa beliau Nabi dilahirkan, ibunya menyaksikan nur atau
cahaya keluar dari tubuh beliau. Cahaya tersebut bersinar sampai ke Istana
Busra di Syria.
11)
Cahaya itu terlihat seolah-olah anak panah dan pelangi yang
dapat terlihat dari kota-kota yang jauh.
Ada juga yang berpendapat bahwa cahaya itu menerangi seluruh
dunia. Ini dapat dijelaskan oleh sumber-sumber Arab yang paling awal yang
menyatakan bahwa suatu cahaya terpancar dari rahim Aminah saat beliau Nabi
dilahirkan.
12)
Aminah sendiri melihat beliau Nabi berbaring dengan kedua
tangannya mengangkat ke langit seperti seorang yang sedang berdoa.
13)
Kemudian Aminah melihat awan turun menyelimuti beliau dan pula
mendengar sebuah seruan, "Bimbinglah ia mengelilingi bumi Timur dan Barat,
supaya mereka tahu, dan dialah yang akan menghapuskan segala perkara
syirik."
14)
Sesudah itu awan tersebut lenyap dari pandangan Aminah. Setengah
riwayat menyatakan Nabi dilahirkan dalam keadaan memandang ke arah langit
sambil meletakkan tangannya ke tanah sebagai tanda ketinggian martabatnya dari
semua makhluk.
·
Dikatakan juga pada malam kelahiran
beliau, berhala-berhala yang terdapat di Ka'bah mengalami kehancuran.
Menurut riwayat dari Abdul Mutalib, "Ketika aku sedang
berada di Ka'bah, tiba-tiba berhala jatuh dari tempatnya dan sujud kepada
Allah. Lalu aku mendengar suara dari dinding Ka'bah berkata, 'Telah lahir nabi
pilihan yang akan membinasakan orang kafir dan mensucikanku dari
berhala-berhala ini dan akan memerintahkan penyembahan kepada Yang Mahamengetahui.'"
Selain peristiwa-peristiwa tersebut, di tempat yang lain terjadi
pula peristiwa yang menakjubkan. Satu goncangan terjadi di istana Kisra dan
menyebabkan istana tersebut retak, manakala empat belas tiang penyangganya
runtuh. Hal ini merupakan satu di antara tanda-tanda keruntuhan kerajaan
tersebut.
Juga, api di negara Parsi yang tidak pernah padam hampir selama
seribu tahun telah padam dengan sendirinya. Api tersebut merupakan api sembahan
orang-orang Majusi yang dianggap sebagai tuhan. Peristiwa itu amat mengejutkan
orang Parsi.
·
Dalam waktu yang sama, pada malam
kelahiran Nabi, Tasik Sava yang dianggap suci tenggelam ke dalam tanah.
Setelah beliau lahir, tembakan bintang menjadi sering sebagai
tanda bahwa pengetahuan iblis dan jin tentang perkara ghib sudah tamat.
Dalam riwayat yang sahih dan masyhur, ketika beliau Nabi diasuh
oleh ibu susunya yaitu Halimatus Sa'diyah, ladang-ladang Halimah kembali
menghijau setelah mengalami kemarau.
Begitu juga binatang-binatang ternaknya seperti kambing
mengeluarkan susu yang banyak. Selain itu, Nabi tidak pernah diganggu walaupun
oleh seekor lalat termasuk juga pakaian beliau.
Halimah dan suaminya juga beberapa kali melihat gumpalan awan
kecil di atas kepala Nabi melindungi beliau dari panas matahari.
Ketika berusia empat tahun, saat beliau sedang bermain-main
dengan saudara susuannya, tiba-tiba datang dua malaikat mendekati beliau yaitu
malaikat Jibril dan Mika'il.
Kedua malaikat itu lalu membelah dada beliau dan mengeluarkan
segumpal darah dan mencuci gumpalan darah itu dengan salju. Ada yang
meriwayatkan bahwa gumpalan darah itu dicuci di dalam bejana emas dengan air
zam-zam, lalu diletakkan kembali di tempatnya semula.
Hal ini jelas sebagaimana diterangkan dalam surah Al-insyirah
ayat 1: "Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (wahai Muhammad)?"
Berdasarkan peristiwa tersebut jelaslah kelahiran Nabi Muhammad
saw mempunyai keistimewaan tersendiri. Ini karena beliau adalah
khatamul-anbiya, penutup para nabi.
Kejadian-kejadian luar biasa ini telah membuktikan kepada kita
kemuliaan beliau di sisi Allah, sekaligus sebagai bukti kerasulannya.
Di samping bukti-bukti tersebut dijelaskan pula di dalam
kitab-kitab terdahulu seperti Taurat, Zabur dan Injil tentang beliau sebagai
rasul yang terakhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar